Pencarian korban terus dilakukan. Alat berat hingga anjing pelacak diterjunkan untuk mencari korban yang diduga terseret air bah dan tertimbun puing serta longsoran. Sampai hari minggu (29/3) siang, sudah 93 orang ditemukan meninggal. Sementara 102 lainnya belum ditemukan.
Pencarian korban pada hari ketiga lebih dintensifkan menggunakan anjing pelacak. Indera penciuman yang tajam diyakini akan membantu tim search and rescue menemukan korban baru. Selain mencari korban, sebagian warga juga masih berupaya menemukan barang berharga miliknya.
Tim SAR gabungan juga mulai membersihkan lokasi musibah. Petugas merobohkan bangunan yang sudah tidak bisa diselamatkan. Semua rumah yang dihancurkan umumnya sudah ditinggal para penghuninya. Petugas mengaku kesulitan mengingat lokasi musibah cukup berat dan dipenuhi lumpur. Kerusakan infrasutruktur yang cukup parah menghambat arus lalu lintas bantuan dan evakuasi.
Bantuan dari masyarakat hingga kini terus mengalir dan diperkirakan jumlahnya melebihi yang dibutuhkan. Bantuan di antaranya berupa kasur, makanan instan, hingga buah-buahan. Pun demikian dengan pos bantuan yang didirikan secara independen baik oleh partai politik maupun perusahaan
Penyimpanan logistik bantuan dipusatkan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan. Sayangnya, penyalurannya tidak optimal karena belum ada koordinasi dari pemerintah setempat. Padahal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya telah menyatakan fokus saat ini adalah tanggap darurat yang artinya tanggap termasuk dalam menangani bantuan
Para relawan menyatakan saat ini lebih membutuhkan alat-alat kebersihan seperti sapu, sekop, dan lain-lain untuk membersihkan reruntuhan atau puing-puing bangunan. Adapula beberapa pihak yang menyarankan disalurkannya bantuan berupa dana untuk membantu rekonstruksi rumah yang hancur.
Sekadar informasi, tanggul ini didirikan pada 1932 dan pengerjaannya selesai 1933 di masa pemerintahan Belanda. Namun sayangnya fungsi dan perawatan tanggul tidak pernah dijaga atau ditingkatkan. Saat terjadi perubahan ekstrem seperti iklim, curah hujan meninggi, dan penggunaan lahan sekitar untuk permukiman, tanggul tidak dapat tertahan.
Musibah Situ Gintung telah terjadi. Kini pemerintah menjadi tumpuan mereka yang menjadi korban. Terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi. Namun pengayom masyarakat ini justru saling tuding tidak ingin merasa salah. "Tanggung jawab bukan saya. Setiap sarana dan prasarana penanggulangan banjir harus dicek dan ricek," ucap Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.
Sementara Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, menyatakan penanganan ada di pemerintah pusat. "Kita bagi tugas karena terkait dengan penanganan situ adanya di pemerintah pusat. Kita diberi tugas Wakil Presiden terhadap penanganan sosial kemasyarakatan," kata Atut.